Penulis : Suwanto (Pegiat Literasi di Kampung Lempuyangan
Yogyakarta dan Penulis Artikel di Media Massa) |
WARTA MASSA, OPINI - Telah kita ketahui bersama bahwa sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) punya andil besar dalam perekonomian Indonesia. Alasan akademisnya, kalau kita lihat data Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa adanya peningkatan kredit UKM sejak 2008 sebesar 2.737.233. Kemudian naik lagi pada 2009 menjadi 2.851.231, dan meningkat lagi pada 2010 berjumlah 2.946.028, serta 2018 menjadi 3.974.399. Dan sektor ekonomi yang mengalami peningkatan terbesar adalah sektor UMKM. Trend peningkatan ini tentunya membuat UMKM mempunyai potensi besar untuk andil menopang ekonomi nasional di era pandemi. Apalagi kalau menilik hasil analisis Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2012 sektor ini berkonstribusi sebesar 60% dari total Gross Domestic Product (GDP) dan menyerap 97% dari seluruh total tenaga kerja di Indonesia (Andayani, 2018).
Oleh karenanya, sudah saatnya mesin-mesin UMKM yang mungkin banyak terdapat di desa atau kampung kita hidupkan. Perlu diketahui bahwa di tengah wabah krisis akibat pandemi Covid-19 ini, meski UMKM mengalami goncangan hebat, tetapi bisa dibilang lebih tangguh jika dibanding dengan sektor industri berskala besar. Pandemi ini adalah masa-masa sulit bagi para pelaku usaha. Bahkan tak sedikit perusahaan yang memutus hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya. Lain halnya dengan UMKM yang harusnya bisa lebih fleksibel, dinamis, dan mampu beradaptasi meski diterjang gelombang pandemi. Produk dan jasanya juga bisa fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kekinian. Misalnya saja, produk masker batik sebagai respon pandemi Covid-19.
Fakta-fakta tersebut menegaskan bahwa sektor UMKM punya potensi luar biasa untuk tetap eksis di masa pandemi ini. Apalagi, di tengah kepungan wabah Covid-19 UMKM banyak dibantu pemerintah. Sebut saja, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.44/PMK.03/2020 yang mulai 27 April 2020, pelaku UMKM mendapat suntikan insentif Pajak Penghasilan (PPh). Apresiasi disampaikan kepada pemerintah karena insentif ini dibutuhkan bagi Wajib Pajak (WP) UMKM yang terdampak Covid-19.
Padahal sebelumnya, melalui PP No.46 tahun 2013, sebagaimana telah diubah dengan PP No.23 tahun 2018, pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan bagi UMKM. Dalam PP No.23 tahun 2018 ini, bagi Wajib Pajak (WP) pelaku UMKM yang memilik omset tidak lebih dari Rp 4,8 milyar dalam satu tahun dikenakan pajak 0,5% dari total omset sebulan.
Berbagai kebijakan ini, harapannya kedepan UMKM tetap eksis dan berkembang. Meskipun demikian patut dicatat bahwa sebagian besar UMKM memiliki kendala dalam hal administrasi dan sistem manajemennya. Hal tersebut karena perkembangan UMKM yang dimulai dari usaha individu, yang kemudian berkembang dan berbentuk badan dengan skala kecil menengah. Karenanya masih banyak dari mereka yang belum mempunyai baik pengetahuan maupun praktik yang cukup dalam bidang seperti pembukuan, administrasi, dan pengetahuan tentang manajemen. Padahal pemahaman ini sangat penting sebagai support system yang bertujuan mendongkrak keuntungan bisnis atau usaha UMKM-nya.
Belum lagi literasi bisnis para pelaku UMKM yang masih sangat kurang. Para pelaku UMKM masih minim pemahaman mengenai bisnis yang bagus. Persoalan ini menjadi salah satu kendala sektor UMKM untuk berkembang maju dan melebarkan sayap usahanya. Di sinilah pentingnya literasi manajemen UMKM. Pada intinya, literasi bisnis adalah hal yang patut dipahami oleh para pelaku UMKM agar menjadi “Smart UMKM”.
Tentunya, pemerintah jangan diam saja, melainkan jemput bola dalam mengedukasi para pelaku UMKM agar menjadi Smart UMKM. Dengan literasi bisnis ini diharapkan dapat menjembatani adanya transformasi manajemen bisnis di kalangan pelaku UMKM. Selain itu, pemerintah juga patut mendorong dan mempermudah proses sertifikasi UMKM, sebagai contoh di bidang makanan dan minuman. Hal ini dilakukan agar semakin banyak industri rumahan yang mau mendaftarkan produk usahanya secara resmi atau legal. Guna mewujudkan itu, pemerintah tentu perlu menggandeng pelaku bisnis atau perusahaan yang selama ini sudah profesional mempraktikkan manajemen dan ataupun literasi bisnis. Ajak mereka untuk turut menangani program edukasi literasi bisnis para pelaku UMKM se-tanah air.
Kemudian seiring dengan kemajuan zaman, di mana tuntutan ekonomi digital adalah suatu keharusan. Pun demikian dengan upaya meningkatkan literasi bisnis pelaku UMKM perlu menyasar ke media digital. Artinya, digitalisasi UMKM adalah keniscayaan di era Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti saat ini. Bahkan sangat memungkinkan dikembangkan tidak hanya berkaitan dengan konsultasi mengenai bisnis UMKM, akan tetapi bisa juga sebagai ajang pertemanan dengan pelaku UMKM lain ataupun berbagi pengalaman serupa medsos. Untuk mewujudkan itu, tentunya UMKM perlu dilibatkan dalam pembangunan ekonomi digital.
Apalagi, kemajuan TIK telah mempermudah dalam strategi pemasaran. Dengan adanya internet, UMKM bisa memasarkan produknya dan memperluas pasar melalui website ataupun medsos ke lintas daerah bahkan manca negara. Bahkan seluruh transaksi bisnis UMKM bisa dilakukan secara elektronik (online) mulai dari marketing atau promosi, penjualan, pembelian, hingga pada sistem pembayarannya. Ini tentunya akan semakin efektif dan efisien. Di tingkat kampung juga akan mempercepat terwujudnya kampung cerdas dimana komponennya smart people, smart environment, smart mobility, smart economy, smart living, dan smart governance.
Dengan berbagai upaya tersebut tentunya akan berkorelasi positif dengan kesuksesan skenario dalam rangka memacu perkembangan UMKM ke arah kemajuan menjadi Smart UMKM, sehingga akan terwujudnya herd immunity ekonomi nasional, UMKM Tangguh Indonesia Tumbuh.
FOLLOW THE WARTA MASSA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow WARTA MASSA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram